Cari Gudeg Tengah Malam? Ya ke Pawon!
Bagi mereka yang sedang melakukan traveling di Yogjakarta, suasana Jogja disaat malam hari tentu tidak seramai ketika siang hari dimana jogja tidak ubahnya seperti kota-kota besar yang bising dan padat, dengan mulai sunyinya kota jogja menikmati kota akan lebih mengasikan, wisata kuliner malam pun surah siap menghadang di seluruh penjuru jogja dengan beragam menu yang siap dihidangkan, kuliner malam menjadi salah satu kewajiban bagi wisatawan yang singgah di Jogja. Kota yang seakan setiap sudut dapat menjadi kenangan tersendiri bagi mereka yang pernah singgah di kota ini. Kuliner malam di Jogja merupakan suatu kewajiban yang harus dialami agar lengkap pula kita menikmati kota ini.
Gudeg, merupakan makanan khas Jogja yang mudah sekali kita temui dijalan-jalan kota Jogja. Apalagi jika sobat berkunjung ke sentra gudeg di wilayah Wijilan yang terletak di sebelah timur alun-alun utara Jogja, disitulah para pembuat gudeg berkumpul serta menjajakan dagangannya.
Gudeg hampir selalu difavoritkan para wisatawan yang berkunjung baik disaat pagi maupun siang hari. Karena itu, gudeg yang dijajakan disaat malam hari cukup bisa dihitung dengan jari. Namun banyaknya penikmat gudeg malam sebenarnya hampir sebanding dengan penikmat gudeg sebagai sarapan makan siang.
Yang menjadi ciri khas dari gudeg pawon ini, karena penyajiannya atau makannya langsung dari pawon (Jawa) jika diartikan dalam bahasa Indonesianya yaitu dapur. Yups, sobat akan berdiri antri untuk mengambil gudeg ini di dapurnya langsung. Disaat antri sobat dapat melihat langsung proses pengolahan gudeg yang langsung dimasak diatas tungku.
Sebenarnya apa yang disuguhkan tidak berbeda jauh dengan warung gudeg di tempat lain. ”Ya, gudeg seperti biasa saja tidak ada yang berbeda,” ujar Bambang, menantu Mbah Prapto, yang delapan tahun terakhir ikut terjun di pawon.
Gudeg yang dijajakan Mbah Prapto merupakan jenis gudeg basah yang merupakan perpaduan rasa manis dan gurih. Didalam proses pembuatannya berbeda dengan gudeg kering yang umumnya dimasak lebih lama dengan lauk yang rata-rata dibacem agar dapat tahan lama. Sedangkan untuk gudeg basah dihidangkan dengan lauk berkuah yang cukup segar.
Sumarwanto (47), anak kedua Mbah Prapto, menceritakan, proses pembuatan gudeg dimulai pukul 09.00. Seluruh keluarga terlibat dalam memproses 10-15 kilogram nangka muda, 200 butir telur ayam, ditambah 15 potong ayam kampung beserta krecek, tahu, kelapa, tempe serta gula merah.
Sepupu Sumarwanto, Tuti, hingga kini bahkan bisa mengupas kulit 200 butir telur ayam dalam waktu setengah jam! ”Ya, setiap hari kerjanya begitu, jadi sudah biasa saja,” katanya.
Pukul 17.00 semua proses berhenti. Waktunya untuk istirahat. Sekitar pukul 21.00 aktivitas kembali dimulai. Mereka menanak nasi dengan dandang yang terbuat dari tanah liat dan memanasi gudeg serta lauk-pauknya di tungku berbahan bakar kayu yang didatangkan dari Gunung Kidul.
Sumarwanto mengaku tidakpernah menghitung secara detail berapa porsi yang terjual setiap hari. Yang pasti, ketika buka pukul 23.00, setidaknya pukul 01.30 gudeg sudah ludes. Jika dihitung, dari 15 ekor ayam kampung yang bisa dipotong sepuluh, ditambah 200 butir telur ayam, setidaknya 350 porsi gudeg terjual setiap malam.
Tak heran, usaha ini juga menjadi ”dapur” yang menghidupi keluarga Prapto Widarso. Bahkan, dari tiga anaknya, dua di antaranya beserta para menantu terlibat di penjualan warung gudeg ini.
Selain itu, salah satu keponakan Mbah Prapto pun kecipratan dengan berjualan minum. Tengah malam Mencicipi gudeg tengah malam apa enaknya? Tetapi, justru itu yang dicari oleh beberapa pengunjung yang bingung mencari pengganjal perut selepas pukul 23.00.
Ahmad Safir (27) merupakan salah satu pengunjung yang mencari kenikmatan makan tengah malam. ”Sudah makan malam, sih. Tapi kalau tengah malam lapar, ya cari ke sini,” ujar wiraswastawan yang berdomisili di Yogyakarta ini.
Bagi Safir, Gudeg Pawon Mbah Prapto ini sudah cocok di lidahnya yang tidak begitu akrab dengan rasa manis. ”Gurih, tidak manis sekali seperti gudeg kering. Porsi nasinya pun tidak begitu banyak,” ujarnya.
Hawa di dalam pawon cukup hangat. Hal ini disebabkan karena kedua tungkunya menyala. ”Suasana ini yang seperti ini yang kami cari, memakan gudeg di suasana dapur tradisional. Sepertinya tidak ada di tempat lain,” ucap Alwi yang mengaku senang berwisata kuliner.
Makan besar tengah malam diyakini banyak orang dapat membuat ukuran pinggang bertambah, tampaknya harus sedikit mengalah dengan perut yang merasa lapar jika datang ke Gudeg Pawon. Semakin malam justru akan makin banyak pengunjungnya hingga antri.
Satu hal yang kurang dari Gudeg Pawon yaitu terbatasnya ruang makan. Penuhnya peminat membuat kita tidak bisa lama-lama bercengkerama di gudeg pawon. Apalagi yang menjadi ruang makan gudeg pawon ini emperan depan rumah dari tetangga warung, atau justru ini yang menjadi kelebihannya entahlah, yang pasti rasa Gudeg Pawon cukup enak dan bikin ketagihan suasananya, dengan harga rata-rata Rp25.000 plus minum rasa-rasanya tidak menguras isi dompet.
Bagi kalian yang ingin ke Gudeg Pawon ini alamatnya:
Gudeg, merupakan makanan khas Jogja yang mudah sekali kita temui dijalan-jalan kota Jogja. Apalagi jika sobat berkunjung ke sentra gudeg di wilayah Wijilan yang terletak di sebelah timur alun-alun utara Jogja, disitulah para pembuat gudeg berkumpul serta menjajakan dagangannya.
Cari Gudeg Tengah Malam? Ya ke Pawon! |
Gudeg hampir selalu difavoritkan para wisatawan yang berkunjung baik disaat pagi maupun siang hari. Karena itu, gudeg yang dijajakan disaat malam hari cukup bisa dihitung dengan jari. Namun banyaknya penikmat gudeg malam sebenarnya hampir sebanding dengan penikmat gudeg sebagai sarapan makan siang.
Cari Gudeg Tengah Malam
Gudeg Pawon merupakan salah satu tempat pilihan utama bagi wisatawan atau traveler jika ingin memakan gudeg di waktu malam, karena gudeg pawon baru akan dibuka pada pukul 22.00 WIB, namun jangan coba berkunjung tepat pukul 22.00 karena sobat akan antri lebih lama. Sebelum dibuka, para pecinta gudeg sudah terlihat antri bahkan 2 jam di awal sebelum tempat itu buka.Cari Gudeg Tengah Malam? Ya ke Pawon! |
Yang menjadi ciri khas dari gudeg pawon ini, karena penyajiannya atau makannya langsung dari pawon (Jawa) jika diartikan dalam bahasa Indonesianya yaitu dapur. Yups, sobat akan berdiri antri untuk mengambil gudeg ini di dapurnya langsung. Disaat antri sobat dapat melihat langsung proses pengolahan gudeg yang langsung dimasak diatas tungku.
Sebenarnya apa yang disuguhkan tidak berbeda jauh dengan warung gudeg di tempat lain. ”Ya, gudeg seperti biasa saja tidak ada yang berbeda,” ujar Bambang, menantu Mbah Prapto, yang delapan tahun terakhir ikut terjun di pawon.
Gudeg yang dijajakan Mbah Prapto merupakan jenis gudeg basah yang merupakan perpaduan rasa manis dan gurih. Didalam proses pembuatannya berbeda dengan gudeg kering yang umumnya dimasak lebih lama dengan lauk yang rata-rata dibacem agar dapat tahan lama. Sedangkan untuk gudeg basah dihidangkan dengan lauk berkuah yang cukup segar.
Sumarwanto (47), anak kedua Mbah Prapto, menceritakan, proses pembuatan gudeg dimulai pukul 09.00. Seluruh keluarga terlibat dalam memproses 10-15 kilogram nangka muda, 200 butir telur ayam, ditambah 15 potong ayam kampung beserta krecek, tahu, kelapa, tempe serta gula merah.
Sepupu Sumarwanto, Tuti, hingga kini bahkan bisa mengupas kulit 200 butir telur ayam dalam waktu setengah jam! ”Ya, setiap hari kerjanya begitu, jadi sudah biasa saja,” katanya.
Pukul 17.00 semua proses berhenti. Waktunya untuk istirahat. Sekitar pukul 21.00 aktivitas kembali dimulai. Mereka menanak nasi dengan dandang yang terbuat dari tanah liat dan memanasi gudeg serta lauk-pauknya di tungku berbahan bakar kayu yang didatangkan dari Gunung Kidul.
Sumarwanto mengaku tidakpernah menghitung secara detail berapa porsi yang terjual setiap hari. Yang pasti, ketika buka pukul 23.00, setidaknya pukul 01.30 gudeg sudah ludes. Jika dihitung, dari 15 ekor ayam kampung yang bisa dipotong sepuluh, ditambah 200 butir telur ayam, setidaknya 350 porsi gudeg terjual setiap malam.
Tak heran, usaha ini juga menjadi ”dapur” yang menghidupi keluarga Prapto Widarso. Bahkan, dari tiga anaknya, dua di antaranya beserta para menantu terlibat di penjualan warung gudeg ini.
Selain itu, salah satu keponakan Mbah Prapto pun kecipratan dengan berjualan minum. Tengah malam Mencicipi gudeg tengah malam apa enaknya? Tetapi, justru itu yang dicari oleh beberapa pengunjung yang bingung mencari pengganjal perut selepas pukul 23.00.
Ahmad Safir (27) merupakan salah satu pengunjung yang mencari kenikmatan makan tengah malam. ”Sudah makan malam, sih. Tapi kalau tengah malam lapar, ya cari ke sini,” ujar wiraswastawan yang berdomisili di Yogyakarta ini.
Bagi Safir, Gudeg Pawon Mbah Prapto ini sudah cocok di lidahnya yang tidak begitu akrab dengan rasa manis. ”Gurih, tidak manis sekali seperti gudeg kering. Porsi nasinya pun tidak begitu banyak,” ujarnya.
Hawa di dalam pawon cukup hangat. Hal ini disebabkan karena kedua tungkunya menyala. ”Suasana ini yang seperti ini yang kami cari, memakan gudeg di suasana dapur tradisional. Sepertinya tidak ada di tempat lain,” ucap Alwi yang mengaku senang berwisata kuliner.
Makan besar tengah malam diyakini banyak orang dapat membuat ukuran pinggang bertambah, tampaknya harus sedikit mengalah dengan perut yang merasa lapar jika datang ke Gudeg Pawon. Semakin malam justru akan makin banyak pengunjungnya hingga antri.
Satu hal yang kurang dari Gudeg Pawon yaitu terbatasnya ruang makan. Penuhnya peminat membuat kita tidak bisa lama-lama bercengkerama di gudeg pawon. Apalagi yang menjadi ruang makan gudeg pawon ini emperan depan rumah dari tetangga warung, atau justru ini yang menjadi kelebihannya entahlah, yang pasti rasa Gudeg Pawon cukup enak dan bikin ketagihan suasananya, dengan harga rata-rata Rp25.000 plus minum rasa-rasanya tidak menguras isi dompet.
Bagi kalian yang ingin ke Gudeg Pawon ini alamatnya:
Alamat: Jl. Janturan No. 36, Warungboto, Umbulharjo, Daerah Istimewa Yogyakarta 55164, Indonesia
Telepon: (0274) 7002020
Jam buka: 22:00 – 24:00 WIB